Piutang merupakan komponen modal kerja yang terkait langsung dengan
kegiatan operasi perusahaan. piutang timbul jika perusahaan menjual barang
secara kredit. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan penjualan
secara kredit, yaitu untuk meningkatkan penjualan, perusahaan memiliki
kapasitas produksi yang menganggur, dank arena alasan persaingan. Penjualan
secara kredit menimbulkan biaya dan manfaat bagi perusahaan. biaya yang timbul
langsung merupakan Opprotunity Cost
dari dana yang terikat di dalam piutang, serta adanya kerugian akibat adanya
piutang tak tertagih. Sementara itu, manfaat yang diperoleh perusahaan dari
penjualan kredit adalah berupa peningkatan volume penjualan yang selanjutnya
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan laba.
Komponen Kebijakan Kredit
Jika perusahaan memutuskan untuk memberikan kredit kepada pelanggannya,
maka perusahaan harus menentukan prosedur untuk memperoleh kredit dan
pelunasannya, yang dituangkan dalam kebijakan kredit meliputi :
1.
Syarat Penjualan
2.
Analisis Kredit
3.
Kebijakan Penagihan Piutang
Investasi dalam Piutang
Investasi
dalam piutang bagi suatu perusahaan tergantung pada jumlah penjualan kredit dan
rata-rata periode pengumpulan piutang (Average Colletion Periode – ACP).
Piutang rata-rata dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Piutang =
Rata-rata penjualan harian x Rata-rata periode pengumpulan piutang
Account Receivable =
Average daily sales x Average Collection Periode-ACP
Sebagai
contoh, jika ACP perusahaan adalah 30 hari dan penjualan kredit sebesar Rp1.000.000
per hari, maka piutang perusahaan adalah 30 hari x Rp1.000.000 = Rp30.000.000
secara rata-rata.
SYARAT PENJUALAN SECARA KREDIT
Syarat penjualan menentukan bagaimana perusahaan menjual barang atau
jasanya, apakah dilakukan secara tunai atau kredit. Jika dilakukan secara
kredit, maka syarat penjualan harus menentukan secara spesifik mengenai jangka
waktu kredit, potongan tunai serta jenis kreditnya. Salam satu industry, syarat
penjualan biasanya standar tetapi syarat penjualan dapat sangat berbeda antar
industry yang berbeda.
Sebagai contoh, syarat penjualan adalah 2/10 n/60. Hal ini berarti
pelanggan mempunyai jangka waktu 60 hari sejak tanggal transaksi dilakukan
untuk melunasi semua utangnya, akan tetapi jika pembayaran dilakukan dalam
waktu 10 ahri, maka pelanggan mendapatkan potongan tunai (diskon) sebesar 2%.
o Jangka Waktu Kredit
Jangka waktu kredit adalah lamanya waktu saat penjualan
dilakukan sampai dengan pelanggan melunasi semua utangnya. Jangka waktu kredit
sangat bervariasi antar industry, tetapi biasanya antara 30 hari sampai dengan
120 hari. Tanggal nota (invoice) merupakan awal periode kredit, biasanya
merupakan tanggal saat barang dikirim, bukan merupakan tanggal saat barang
diterima pembeli.
o Potongan Tunai
Potongan tunai merupakan bagian dari syarat penjualan
yang diberikan kepada pelanggan yang membayar dalam periode potongan. Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong pelanggan membayar lebih cepat dari jangka waktu
kredit. Potongan tunai akan mempunyai dampak berkurangnya jumlah piutang disatu
sisi dan perusahaan harus membandingkan dengan besarnya biaya potongan di sisi
lain.
Sebagai contoh, Tn Andi membeli barang seharga
Rp1.000.000 secara kredit dengan syarat 2/10 n/30 pada tanggal 1 Maret 2015.
Jika ia bisa membayar dalam waktu 10 hari, maka ia berhak memperoleh potongan
2% yakni sebesar Rp20.000 sehingga yang dibayarkan Tn Andi hanya Rp980.000,-
o Potongan Tunai dan Average Collection Periode (ACP)
Pemberian potongan tunai akan mendorong pelanggan
membayar lebih cepat, hal ini akan memperpendek jangka waktu piutang dan jika
faktor lainnya tetap, maka akan mengurangi investasi dalam piutang. Sebagai
contoh, PT ABC memiliki 10 orang pelanggan kredit dengan syarat 2/10 n/30
dengan total penjualan Rp15.000.000,- (sebelum potongan) dan dari 10 orang
pelanggan tersebut, 50% diantaranya membayar dalam waktu 10 hari sedangkan
sisanya membayar dalam waktu 30 hari. Dengan begitu, untuk menghitung ACP yang
baru adalah sebagai berikut :
ACP baru = (50% x 10 hari) +
(50% x 30 hari) = 20 hari
Dengan demikian, diketahui bahwa ACP mengalami penurunan
dari awalnya 30 hari menjadi 20 hari karena adanya pelanggan yang mendapatkan
potongan tunai karena membayar lebih cepat. Rata-rata penjualan perhari adalah
Rp15.000.000/365 hari = Rp41.096,- dan piutang akan berkurang sebesar Rp41.096
x 10 hari = Rp410.960,-.
o Jenis Kredit
Kebanyakan kredit dagang yang ditawarkan merupakan open account. Hal ini berarti bukti
formal kredit adalah berupa invoice yang dikirim bersamaan dengan pengiriman
barang dan ditandatangani pembeli sebagai bukti barang telah diterima. Setealah
itu penjual dan pembeli mencatat di masing-masing rekeningnya.
ANALISIS KEBIJAKAN KREDIT
Dalam pemberian kredit, perusahaan menentukan berapa banyak upaya yang
dilakukan untuk dapat membedakan antara pelanggan yang akan membayar dan
pelanggan yang tidak membayar.
o Efek Kebijakan Kredit
Dalam mengevaluasi kebijakan kredit, ada lima faktor yang
harus dipertimbangkan, yaitu :
a.
Dampak terhadap penjualan
Jika
perusahaan memberikan kredit, maka akan terjadi penundaan kas karena pelanggan
memperoleh keuntungan dari penawaran kredit. Namun demikian dapat membebankan
harga yang lebih tinggi jika perusahaan memberikan kredit dan pemberian kredit
juga dapat meningkatkan jumlah barang yang dijual.
b.
Dampak terhadap biaya
Walaupun
perusahaan mengalami penundaan penerimaan penjualan jika perusahaan memberikan
kredit, perusahaan tetap segera menanggung biaya atas penjualan.
c.
Biaya atas utang
Ketika
perusahaan memberikan kredit, perusahaan harus merencanakan pembelanjaan atas
piutang yang dihasilkan. Sebagai konsekuiensnya, biaya pinjaman jangka pendek
perusahaan merupakan faktor yang penting dipertimbangkan dalam pemberian
kredit.
d.
Kemungkinan tidak membayar
Jika
perusahaan menjual secara kredit, kemungkinan sebagian dari pembeli tidak
membayar. Hal ini tidak akan teradi jika perusahaan menjual secara tunai.
e.
Potongan tunai
Ketika
perusahaan menawarkan potongan tunai sebagai syarat kredit, sejumlah pelanggan
akan memilih untuk membayar lebih awal untuk memperoleh potongan.
o Mengevaluasi Usulan Kebijakan Kredit
Untuk memberikan ilustrasi bagaimana mengevaluasi
kebijakan kredit, berikut diberikan contoh PT ABC yang mengevaluasi permintaan
dari sejumlah pelanggan untuk mengubah kebijakan kredit sekarang menjadi net/30
hari. Untuk menganalisisnya perlu dijelaskan notasi yang digunakan sebagai
berikut :
P = Harga
per unit
v = Biaya
variabel per unit
Q = Jumlah
unit produk yang dijual per bulan sekarang
Q’ = Jumlah
unit produk yang dijual pada kebijakan baru
R = Tingkat
keuntungan yang disyaratkan (diskonto) per bulan
Untuk menjelaskan perhitungan
Net Present Value (NPV), dimisalkan pada PT ABC diketahui :
P =
Rp50.000,-
v =
Rp20.000,-
Q = 100 unit
Q’ = 110 unit
R = 2% =
0,02
Dari data di atas, apakah
perubahan kebijakan kredit PT ABC menguntungkan? Dimisalkan kebijakan tidak
berdampak pada biaya tetap. Maka untuk menganalisisnya adalah sebagai berikut :
Arus Kas dari kebijakan lama = (P – v) Q
= (Rp50.000 –
Rp20.000) 100 unit = Rp3.000.000,-
Arus Kas dari kebijakan baru = (P – v) Q
= (Rp50.000 –
Rp20.000) 110 unit = Rp3.300.000,-
Incermental arus kas = (P – v) (Q’ – Q)
= (Rp50.000 – Rp20.000) (110 unit
– 100 unit) = Rp300.000,-
Maka nilai sekarang dari arus
kas incremental :
Present Value (PV) = {(P – v) (Q’ – Q)} / R
= {(Rp50.000 – Rp20.000)(110 unit
– 100 unit)} / 0,02
= Rp300.000 / 0,02 =
Rp15.000.000,-
o Biaya Perubahan Kebijakan Kredit
Ada dua komponen yang harus dipertimbangkan dalam
menghitung biaya dari peruahan kebijakan kredit.
Pertama,
karena penjualan meningkat dari Q menjadi Q’ maka perusahaan harus memproduksi
lebih banyak sehingga biaya juga lebih besar. Contoh pada PT ABC sebelumnya (Q’
– Q) = (110 – 100) = 10 unit maka biaya variabelpun bertambah 10 unit x
Rp20.000 = Rp200.000,-.
Kedua,
penjualan yang dapat dikumpulkan menjadi kas pada bulan ini berdasarkan
kebijakan sekarang (P x Q) = (Rp50.000 x 100 unit) = Rp.5.000.000,- tidak akan
bisa dikumpulkan sampai 30 hari kemudian berdasarkan kebijakan baru. Besarnya
biaya kebijakan baru adalah : (P x Q) + v (Q’ – Q) = (50.000 x 100) +Rp20.000
(110 – 100) = Rp 5.200.000,-. Maka Net Present Value (NPV) dari perubahan
kebiajakan adalah :
NPV = – {(P x Q) +
v (Q’ – Q)} + {(P – v) (Q’ – Q)}
= –
{(50.000 x 100) + 20.000 (110 – 100)} + {(50.000 – 20.000) (110 – 100)}
= –
Rp5.200.000 + Rp15.000.000
=
Rp9.800.000,-
Kesimpulannya, karena perubahan kebijakan kredit bernilai
positif, maka dianggap perubahan kebijakan kredit PT ABC adalah menguntungkan
bagi perusahaan.
o Informasi Kredit
Jika perusahaan membutuhkan informasikredit atas
pelanggan, ada sejumlah sumber informasi yang dapat dimanfaatkan perusahaan,
diantaranya :
a.
Laporan keuangan
b.
Laporan kredit yang berkaitan dengan masa lalu pelanggan dalam pembayaran
kredit dengan perusahaan lain
c.
Bank
d.
Catatan pembayaran perusahaan pelanggan di masa lalu
Tidak ada rumus yang pasti untuk menilai kemungkinan
pelanggan tidak membayar, namun demikian ada lima faktor klasik yang dikenal
dengan “Five C’s of Credit” yang biasanya dievaluasi untuk mengetahui
kelayakan pelanggan untuk diberikan kredit, yaitu antara lain :
a.
Character. Berkaitan dengan niat pelanggan untuk memenuhi kewajibannya.
b.
Capacity. Berkaitan dengan kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewjibannya
sehubungan dengan kredit yang diterima.
c.
Capital. Berkaitan dengan kemampuan pelanggan untuk menyediakan modal
sendiri.
d.
Collateral. Berkaitan dengan jaminan yang disediakan pelanggan jika gagal
untuk memenuhi kewajibannya.
e.
Condition. Kondisi ekonomi secara umum yang mempengaruhi bisnis pelanggan.
KEBIJAKAN PENGUMPULAN PIUTANG
Setelah kredit diberikan, perusahaan mempunyai masalah yang potensial dalam
pengumpulan kas, untuk itu perusahaan harus menentukan kebijakan penagihan
piutang. Kebijakan pengumpulan putang adalah merupakan komponen terakhir dalam
kebijakan kredit. Hal ini mencakup pemantauan piutang dan memperoleh pembayaran
atas piutang yang telah jatuh tempo.
o Pemantauan Piutang
Untuk menjaga agar pelanggan membayar kewajibannya tepat
waktu, kebanyakan perusahaan akan memantau piutang yang telah jatuh tempo.
Pertama, perusahaan perlu memperhatikan ACP dari waktu ke waktu. Jika terjadi
peningkatan ACP, maka perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari perusahaan.
Kedua, perusahaan dapat menyusun aging schedule, sebagai salah satu
alat untuk memantau piutang. Dalam hal ini piutang diklasifikasikan berdasarkan
umur, sebagaimana tampak pada tabel berikut :
Umur Piutang
|
Jumlah
|
% terhadap total piutang
|
|
0 – 10 hari
|
Rp 50.000.000,-
|
50%
|
|
11 – 60 hari
|
Rp 25.000.000,-
|
25%
|
|
61 – 80 hari
|
Rp 20.000.000,-
|
20%
|
|
>80 hari
|
Rp 5.000.000,-
|
5%
|
|
Total
|
Rp 100.000.000,-
|
100%
|
Dimisalkan total piutang perusahaan sebesar
Rp100.000.000,-. Apabila perusahaan menetapkan jangka waktu kredit 60 hari,
berdasarkan tabel tersebut berarti sebanyak 25% dari piutang telah terlambat
pembayarannya.
o Upaya Pengumpulan Kredit
Dalam upaya melakukan pengumpulan piutang perusahaan
biasanya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Mengirim surat pemberitahuan kepada pelanggan tentang telah jatuh temponya
piutang
b.
Perusahaan menghubungi pelanggan melalui telepon
c.
Menugaskan tenaga penagih untuk melakukan penagihan piutang
d.
Melakukan upaya hukum untuk melakukan penagihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar